Kritisi Rp 300 Triliun Kerugian Negara di Kasus Timah, Hasbiallah Ilyas: Jangan Demi Terlihat Hebat, Hukum Dijadikan Alat Pencitraan

Hasbiallah ILyas Anggota Komisi III DPR RI dari FPKB
Anggota Komisi III DPR RI, Hasbiallah Ilyas - FOTO | Dok. PKBJakartaID

“Yang ramai dibicarakan masyarakat adalah barang sitaan. Itu seharusnya jadi uang yang kembali ke negara untuk memperkuat ekonomi. Jadi, saya mau tanya: sudah berapa yang benar-benar kembali ke kas negara?” katanya.

PKBJakartaID | Jakarta, 21 Mei 2025 ~ Klaim Kejaksaan Agung soal potensi kerugian negara hingga Rp300 triliun dalam kasus korupsi timah kembali menuai sorotan. Anggota Komisi III DPR RI, Hasbiallah Ilyas, mempertanyakan keabsahan angka fantastis tersebut dan mengingatkan pentingnya akurasi dalam proses hukum.

Dalam rapat bersama Jaksa Agung Muda Pidana Khusus (Jampidsus) di Kompleks Parlemen, Selasa (20/5/2025), Hasbiallah menyoroti ke mana larinya uang hasil sitaan. “Yang ramai dibicarakan masyarakat adalah barang sitaan. Itu seharusnya jadi uang yang kembali ke negara untuk memperkuat ekonomi. Jadi, saya mau tanya: sudah berapa yang benar-benar kembali ke kas negara?” katanya.

Politisi Partai Kebangkitan Bangsa (PKB) itu juga menyebut perhitungan kerugian yang disampaikan Kejagung belum sejalan dengan audit Badan Pemeriksa Keuangan (BPK). Menurutnya, angka kerusakan lingkungan dan kerugian negara yang muncul tak bisa ditetapkan sepihak tanpa melibatkan auditor negara.

“Penegakan hukum tidak boleh didasarkan pada asumsi atau tekanan publik. Walaupun pelakunya bersalah, hukum tetap harus ditegakkan dengan adil dan tidak menzalimi,” ucapnya.

Hasbiallah mengingatkan agar Kejagung tak terjebak dalam euforia pengungkapan kasus besar. “Jangan sampai demi terlihat hebat, hukum dijadikan alat pencitraan. Kejaksaan harus tetap objektif, tidak mencari popularitas semata,” tegasnya.

Menanggapi itu, Jampidsus Febrie Adriansyah memastikan bahwa pihaknya bekerja berdasarkan data awal penyidikan, bukan demi sorotan media. “Angka yang kami sebutkan itu estimasi awal dari penyidik. Untuk finalisasi kerugian negara, tetap akan kami serahkan kepada auditor resmi seperti BPK,” ujar Febrie.

Ia mencontohkan penanganan kasus di Pertamina yang saat ini masih dalam proses hitung-menghitung antara penyidik dan auditor. “Memang akan ada perbedaan pendekatan antara penyidik dan auditor, tapi itu akan kami sinkronkan,” jelasnya.

Polemik seputar penghitungan kerugian negara dalam kasus korupsi ini menunjukkan bahwa transparansi dan akuntabilitas masih menjadi pekerjaan rumah besar dalam proses penegakan hukum. Publik pun menanti: berapa sebenarnya uang negara yang benar-benar bisa kembali? (AKH)

Bagikan:

Tags

Related Post

Leave a Comment