Jakarta Mau Jadi Kota Global, Tapi Asetnya Masih Acak-Acakan?

Tri Waluyo
Anggota Komisi C DPRD DKI Jakarta dari FPKB, H. Tri Waluyo - FOTO | Dok. PKBJakartaID

Tahukah Anda bahwa nilai aset milik Pemprov DKI Jakarta per 2022 sudah tembus Rp 518 triliun? Tapi ironisnya, banyak dari aset itu belum tercatat rapi, belum bersertifikat, bahkan tak tahu siapa pemiliknya secara legal.

Oleh: H. Tri Waluyo, S.H. — Anggota Komisi C & Pansus Aset DPRD DKI Jakarta (FPKB)

PKBJakartaID | Jakarta, 2 Juni 2025 ~ Jakarta sedang bersiap memasuki babak baru: bukan lagi Ibu Kota Negara, tapi Daerah Khusus Jakarta (DKJ). Status ini bukan cuma soal ganti nama atau logo, tapi jadi peluang besar untuk naik kelas sebagai kota global—setara dengan Singapura atau Dubai. Tapi pertanyaannya: siapkah Jakarta?

Satu hal mendasar yang masih jadi batu sandungan adalah ini: pengelolaan aset daerah yang belum tertib. Tahukah Anda bahwa nilai aset milik Pemprov DKI Jakarta per 2022 sudah tembus Rp 518 triliun? Tapi ironisnya, banyak dari aset itu belum tercatat rapi, belum bersertifikat, bahkan tak tahu siapa pemiliknya secara legal.

Masih ada aset yang tercatat manual, tersebar di berbagai dinas tanpa satu sistem terintegrasi. Ini bukan cuma ruwet, tapi berisiko tinggi—karena bisa sewaktu-waktu digugat pihak ketiga.

Almarhum Sekda Saefullah bahkan pernah menyebut bahwa masalah pendataan aset di Jakarta sudah “kronis.”

Sudah Ada E-Aset, Tapi Belum Merata

Beberapa tahun terakhir, Pemprov DKI sudah mulai bergerak: sistem digitalisasi aset (e-Aset) mulai diterapkan, bahkan dibentuk tim “buser aset” yang bertugas memburu dokumen-dokumen yang tercecer.

Tapi progresnya belum cukup cepat. Beberapa dinas seperti Dinas Pendidikan masih punya puluhan triliun rupiah aset yang belum terdata karena dokumen di sekolah-sekolah kurang lengkap.

Padahal, zaman sudah berubah. Kita tak bisa lagi mengelola aset triliunan rupiah dengan sistem ala tahun 90-an.

DKJ Butuh Tata Kelola Kelas Dunia

Kalau Jakarta benar-benar ingin jadi kota global, maka tata kelola asetnya juga harus global. Artinya: transparan, terintegrasi, dan bisa diakses real-time. Bukan hanya demi audit, tapi juga agar aset itu bisa dimanfaatkan—misalnya untuk kerja sama publik-swasta, pengembangan kawasan ekonomi, atau menghasilkan Pendapatan Asli Daerah (PAD).

Bahkan, UU No. 2 Tahun 2024 tentang DKJ membuka peluang bagi Pemprov untuk mengelola aset milik pemerintah pusat yang nilainya ditaksir mencapai Rp 1.600 triliun. Tapi semua itu hanya mungkin kalau data kita kuat.

Aset Bukan Hanya Angka, Tapi Potensi Nyata

Aset bukan sekadar angka di neraca. Di balik angka itu, ada gedung kosong yang bisa jadi co-working space. Ada lahan idle yang bisa jadi rumah susun rakyat. Ada bangunan tua yang bisa jadi museum atau ruang kreatif anak muda. Tapi semua itu tak bisa jalan kalau statusnya tak jelas.

Kami di DPRD DKI, khususnya di Panitia Khusus (Pansus) Aset, terus mendorong agar Pemprov melakukan langkah besar:

  • Inventarisasi total semua aset daerah
  • Digitalisasi menyeluruh dan satu dashboard terintegrasi
  • Sertifikasi legal massal untuk semua aset strategis

Dari Ibu Kota Administratif ke Ibu Kota Global

Jakarta tidak kekurangan aset. Yang kurang adalah manajemen dan keberanian untuk menata ulang secara serius. Kalau ini bisa kita lakukan, maka cita-cita menjadikan Jakarta sebagai kota global bukan lagi mimpi. Tapi realitas yang dibangun dari dasar yang kokoh—dimulai dari pengelolaan aset yang cerdas, transparan, dan berpihak pada rakyat.

Jakarta punya peluang emas. Jangan sampai hilang karena hal-hal mendasar yang tak kunjung dibereskan. Saatnya revolusi aset dimulai. Sekarang. (AKH)

Bagikan:

Tags

Related Post

Leave a Comment