“Masalah ini bukan soal ibadah. Ini soal kenyamanan bersama. Akses jalan yang terganggu, polusi dari aktivitas keagamaan, dan komunikasi yang buntu. Semuanya bisa diselesaikan kalau mau saling menahan diri,” ujar Fuadi usai mengikuti sesi mediasi yang digelar Komisi A DPRD DKI Jakarta, Senin (30/6/2025).
PKBJakartaID | Jakarta, 1 Juli 2025 ~ Anggota Komisi A DPRD DKI Jakarta dari Fraksi PKB, M. Fuadi Luthfi, angkat bicara terkait konflik yang belum kunjung usai antara warga Kompleks Taman Kencana Blok C4 No.14A RT 005/RW 12, Kelurahan Cengkareng Barat, dengan pengurus Vihara Cetiya Permata Dihati.
Menurutnya, persoalan ini tidak berkaitan dengan isu intoleransi atau kebebasan beragama, melainkan menyangkut soal ego dan kurangnya kesadaran bersama dalam menjaga ketertiban lingkungan.
“Masalah ini bukan soal ibadah. Ini soal kenyamanan bersama. Akses jalan yang terganggu, polusi dari aktivitas keagamaan, dan komunikasi yang buntu. Semuanya bisa diselesaikan kalau mau saling menahan diri,” ujar Fuadi usai mengikuti sesi mediasi yang digelar Komisi A DPRD DKI Jakarta, Senin (30/6/2025).
Mediasi Sudah Berkali, Tapi Masih Buntu
Perselisihan antara warga dan pengurus vihara ini bukan hal baru. Upaya mediasi telah dilakukan berkali-kali sejak awal tahun 2024, termasuk oleh Forum Warga RW 12 bersama Lurah Cengkareng Barat. Namun hingga kini belum juga tercapai solusi yang memuaskan.
“Sudah sejak 2024 dimediasi. Tapi masing-masing pihak masih keras kepala. Tidak mau mengalah,” kata Fuadi.
Politisi PKB itu menekankan pentingnya mengedepankan kepentingan umum ketimbang mempertahankan ego atau kepentingan kelompok tertentu.
Fuadi juga menegaskan sikap partainya yang tidak pernah mempermasalahkan pendirian tempat ibadah. Ia bahkan menyebut PKB berada di garda terdepan membela kebebasan beragama.

“Kami tidak pernah menentang adanya rumah ibadah. Tapi kalau ada masalah di lingkungan, seperti terganggunya akses jalan atau aktivitas yang menimbulkan ketidaknyamanan, itu harus diselesaikan dengan kepala dingin,” tegasnya.
Ia bahkan menyebut rekan satu fraksinya, Hengky Wijaya, pernah terlibat dalam mediasi dan mengingatkan pentingnya sikap terbuka dari pihak vihara.
Soal Lilin, Dupa, dan Akses Jalan
Salah satu keluhan utama warga adalah terganggunya akses jalan karena aktivitas vihara. Beberapa kasus bahkan menghambat mobilisasi darurat, seperti saat ada warga yang harus segera dibawa ke rumah sakit.
“Ini soal nyawa. Kalau akses jalan tertutup, bagaimana kalau ada yang gawat darurat? Ini serius,” ujarnya.
Fuadi juga menyoroti ritual seperti pembakaran lilin dan dupa yang dikeluhkan warga karena menimbulkan polusi udara.
“Kalau lilin besar dianggap mengganggu, ya diganti saja dengan lilin kecil. Itu tidak mengubah esensi ibadah,” jelasnya. Ia pun mencontohkan praktik serupa di umat Islam, di mana suara speaker masjid bisa disesuaikan untuk tidak mengganggu tetangga.
Tegas Tolak Penutupan Rumah Ibadah
Meski mengkritik gangguan yang ditimbulkan, Fuadi menolak keras jika ada pihak yang menuntut penutupan rumah ibadah.
“Menutup tempat ibadah itu langkah yang sangat keliru. Solusinya adalah saling memahami, bukan saling menyudutkan,” tegasnya.
Fuadi berharap semua pihak bisa menurunkan ego masing-masing dan kembali duduk bersama mencari solusi terbaik demi kenyamanan bersama di lingkungan kompleks.
“Kalau semua pihak terus ngotot dan tidak mau mengalah, konflik ini akan berkepanjangan. Negara harus hadir, aparat bisa bertindak tegas jika dibutuhkan,” pungkasnya. (AKH)
Leave a Comment