FPKB Usulkan Ruang Ekspresi Aman dan Sistem Komando Insiden di RAPBD 2026 Jakarta

H. Tri Waluyo
FPKB menilai Jakarta perlu beradaptasi dengan dinamika sosial-politik terkini, termasuk pasca gelombang aksi massa beberapa waktu lalu. FOTO | Dok. PKBJakartaID

“Dengan adanya free speech zone, gesekan sosial bisa diminimalisir, stabilitas layanan publik tetap terjaga, sekaligus memperkuat reputasi Jakarta sebagai kota global yang demokratis,” papar juru bicara FPKB.

PKBJakartaID | Jakarta ~ Fraksi Partai Kebangkitan Bangsa (FPKB) DPRD DKI Jakarta menyampaikan pandangan umum atas Raperda RAPBD 2026 dengan sejumlah usulan strategis yang menekankan pada aspek resiliensi kota, kebebasan berekspresi, hingga perlindungan layanan publik.

Dalam sidang paripurna DPRD DKI Jakarta, Senin (9/9/2025), FPKB menilai Jakarta perlu beradaptasi dengan dinamika sosial-politik terkini, termasuk pasca gelombang aksi massa beberapa waktu lalu.

Ruang Ekspresi Aman untuk Warga

FPKB mengusulkan adanya designated protest spaces atau Ruang Ekspresi Aman sebagai lokasi khusus untuk menyalurkan aspirasi. Konsep ini diyakini mampu menjaga keseimbangan antara kebebasan berpendapat dengan ketertiban pelayanan publik.

“Dengan adanya free speech zone, gesekan sosial bisa diminimalisir, stabilitas layanan publik tetap terjaga, sekaligus memperkuat reputasi Jakarta sebagai kota global yang demokratis,” papar juru bicara FPKB.

Sistem Komando Insiden untuk Aksi Massa

Selain ruang demonstrasi, FPKB juga mendorong adopsi Incident Command System (ICS) atau Sistem Komando Insiden yang biasa dipakai dalam penanganan bencana. Sistem terpadu ini dinilai bisa mengelola aksi massa berskala besar secara lebih efektif.

Dengan melibatkan kepolisian, dinas perhubungan, dinas kesehatan, pemadam kebakaran, hingga operator transportasi, pemerintah dapat:

  • menjaga arus lalu lintas,
  • melindungi fasilitas vital,
  • mempercepat pemulihan layanan publik pasca aksi massa.

Jakarta Butuh Desain Ketahanan Baru

FPKB menegaskan Jakarta sedang menghadapi tiga simpul tantangan besar:

  1. Tekanan biaya hidup,
  2. Gangguan mobilitas dan lingkungan,
  3. Ketimpangan layanan publik.

Karena itu, RAPBD 2026 harus memiliki design for resilience dengan tiga pilar utama:

  • Penataan ruang adaptif,
  • Contingency budgeting (anggaran darurat yang jelas),
  • Standar layanan minimum saat krisis.

“APBD harus menjadi alat keadilan: biaya hidup lebih ringan, layanan dasar lebih merata, perlindungan krisis lebih pasti, serta pengelolaan yang transparan dan berkelanjutan,” tegas FPKB.

Citra Kota Global yang Modern dan Demokratis

Melalui gagasan Ruang Ekspresi Aman, Sistem Komando Insiden, dan integrasi kanal dialog digital, FPKB ingin memastikan bahwa demonstrasi bukan lagi ancaman, melainkan bagian dari dinamika sosial perkotaan yang wajar.

Langkah ini sekaligus memperkuat citra Jakarta sebagai kota global yang modern, demokratis, dan terbuka. (AKH)

Bagikan:

Related Post

Leave a Comment